10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 3)
Baca pembahasan sebelumnya pada artikel 10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 2).
Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.
Sebab kedua, cahaya keimanan yang Allah karuniakan ke dalam hati hamba-Nya
Hakikat iman
Pembahasan mengenai iman merupakan pembahasan yang paling banyak dibicarakan oleh ulama. Bahkan banyak sekali kitab yang ditulis ulama yang dikhususkan untuk pembahasan iman ini. Di dalam hadis Jibril yang sangat panjang, Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan tentang hakikat iman ini.
الإيمان: أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره
“Iman adalah mengimani keberadaan Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, beriman pada hari akhir, dan mengimani takdir; baik yang menyenangkan maupun yang buruk.”
Syekh Ibnu Taimiyyah Rahimahullah memberikan penjelasan terkait hadis ini. Beliau menjelaskan bahwa Rasullullah pada hadis ini membagi agama Islam menjadi tiga tingkatan. Tingkatan yang paling tinggi adalah ihsan, lalu tingkatan berikutnya adalah iman, dan yang terakhir adalah Islam. Maka, setiap orang yang beriman adalah seorang muslim. Tidaklah setiap orang yang mukmin itu sampai pada tahap ihsan. Begitu juga tidak setiap orang muslim itu mukmin atau beriman. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam kepada salah satu penduduk Syam,
” أسلم تسلم “. قال: وما الإسلام؟ قال: ” أن تسلم قلبك لله، وأن يسلم المسلمون من لسانك ويدك “. قال: فأي الإسلام أفضل؟ قال: ” الإيمان “. قال: وما الإيمان؟ قال: ” أن تؤمن بالله وملائكته، وكتبه ورسله، وبالبعث بعد الموت “. قال: فأي الإيمان أفضل؟ قال: ” الهجرة “. قال: وما الهجرة؟ قال: ” أن تهجر السوء
“Masuk Islamlah! Maka kamu akan selamat. Lalu laki-laki tersebut berkata, ‘Apa itu Islam?’ Rasulullah menjawab, ‘Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala, dan kaum muslimin selamat dari lisan serta tanganmu.’ Laki-laki itu bertanya kembali, ‘Lalu bagaimana Islam yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Beriman kepada Allah Ta’ala, malaikatnya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya, serta beriman kepada hari kebangkitan setelah kematian.’ Lalu laki-laki tersebut bertanya kembali, ‘Bagaimanakah iman yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Berhijrah.’ Laki-laki tersebut bertanya kembali, ‘Hijrah itu apa?’ Rasulullah menjawab, ‘Engkau meninggalkan keburukan’” (HR. Ahmad).
Telah datang juga hadis sahih dari Nabi yang artinya, “Seseorang itu dikatakan muslim apabila kaum muslimin selamat dari lisan serta tangannya. Orang dikatakan mukmin apabila manusia merasa aman dari dirinya terhadap darah-darah dan harta-harta mereka.”
Dari sini bisa kita ketahui bahwa keimanan bukan hanya sekedar keyakinan dalam jiwa, namun harus terealisasi juga di dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang sudah disepakati ulama ahlussunnah wal jamaah saat memberikan definisi tentang iman.
اعتقاد بالقلب وقول باللسان وعمل بالجوارح، وهو يزيد وينقص، يزيد بالطاعات وينقص بالمعاصي.
“Iman adalah meyakini dengan hati, mengucapkannya dengan lisan, serta merealisasikannya dengan beramal menggunakan anggota badan. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan melakukan kemaksiatan.”
Baca Juga: Merasa Senang karena Orang Lain Tahu Amal Baik Kita, Apakah Termasuk Riya?
Cahaya iman sebab lapang dada
Di dalam bahasa Arab, kata iman berasal dari kata الأمن “Al-Amnu” yang artinya adalah rasa aman. Lawan katanya adalah rasa takut. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فإن خفتم فرجالا أو ركبانا، فإذا أمنتم فاذكروا الله كما علمكم ما لم تكونوا تعلمون
“Jika kamu takut (ada bahaya), salatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan. Kemudian apabila telah aman, maka ingatlah Allah (salatlah), sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah: 239).
Dari sisi bahasa saja kita bisa mengetahui bahwa keimanan akan menimbulkan rasa aman dan kelapangan dada, sebagaimana juga firman Allah Ta’ala,
أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِۦ ۚ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)?” (QS. Az-Zumar: 22).
Syekh Abdurrazzaq Hafidzhahullah menjelaskan, “Maksud dari ayat ini bahwa dia berada pada cahaya yang Allah berikan kepadanya, sebagai pemberian dan keutamaan baginya. Cahaya yang dimaksud di sini adalah cahaya iman. Hal itu dikarenakan dia melapangkan dada dan meluaskannya, serta membahagiakan hati. Maka jika cahaya ini hilang dari seorang hamba, maka rasa sempit dan sesak akan menghantuinya. Begitu pun kadar kelapangan hati seorang hamba itu tergantung dari cahaya ini.”
Ibnu Rajab Rahimahullah berkata, “Hati yang dimasuki cahaya iman akan merasa lapang dan lega sehingga ia akan mudah condong kepada kebaikan, tenang dengannya, dan menerimanya. Begitu juga dia akan lari dari kebatilan, dan membencinya, serta tidak akan menerimanya.”
Maka sudah selayaknya bagi seorang hamba untuk berambisi di dalam mendapatkan cahaya ini. Berharap kepada Allah Ta’ala untuk menjadikannya termasuk dari orang-orang yang Allah muliakan dengan cahaya iman ini; yang mana hal itu merupakan anugerah dan kemuliaan yang hanya Allah berikan kepada hamba yang Dia kehendaki. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman,
وَلٰكِنَّ اللّٰهَ حَبَّبَ اِلَيْكُمُ الْاِيْمَانَ وَزَيَّنَهٗ فِيْ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ اِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الرَّاشِدُوْنَۙ – فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَنِعْمَةً ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha mengetahui, Maha bijaksana” (QS. Al-Hujurat: 7-8).
Baca Juga: Tahdzir Terhadap Dai Menyimpang, Bukan Berarti Merasa Suci
Cahaya iman itu karunia dari Allah
Merupakan kewajiban seorang hamba meminta kepada Allah untuk memperbaharui keimanan di hatinya, sehingga bertambah pula cahaya keimanan yang ia dapatkan. Al-Hakim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
إِنَّ الإِيْمَانَ لَيَخْلُقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلُقُ الثَّوْبُ، فَاسْأَلُوْا اللهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيْمَانَ فِي قُلُوْبِكُمْ
“Sesungguhnya iman benar-benar bisa menjadi usang di dalam tubuh seseorang dari kalian sebagaimana usangnya pakaian. Maka memohonlah kepada Allah supaya memperbarui iman di hati kalian.”
Imam Muhammad bin Aslam Atthusi Rahimahullah berkata, “Iman itu bersumber dari Allah Ta’ala, yang mana Dia berikan sebagai karunia untuk hambanya yang dikehendaki. Dimana ketika Allah meletakkan cahaya di hatinya, maka akan terang hatinya, akan lapang dadanya, dan bertambahlah keimanannya. Kemudian jika Allah Ta’ala telah menerangi hati seorang hamba, menghiasinya dengan keimanan, dan membuatnya mencintai hal tersebut, maka hatinya akan mengimani Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, dan keseluruhan takdir; baik itu takdir yang baik maupun yang buruk. Begitu pun orang yang sudah Allah terangi cahaya ke dalam hatinya akan dapat mengimani hari kebangkitan, hari perhitungan, beriman dengan surga dan neraka, seolah-olah ia melihat langsung hal tersebut. Itu semua berkat karunia cahaya yang Allah tanamkan di hatinya.
Jika hati seseorang sudah beriman dan lisan sudah memberikan persaksian, maka anggota tubuh secara otomatis akan bekerja melaksanakan perintah Allah, dan menjalankan konsekuensi keimanan, serta melaksanakan semua hak-hak Allah yang ada pada dirinya. Dia juga akan menjauhi larangan-larangan yang telah Allah larang. Dia melakukan itu semua karena mengimani dan membenarkan apa yang ada di hatinya dan di lisannya. Sehingga apabila seorang muslim merealisasikan semua itu, maka dia dikatakan telah beriman.”
Baca Juga:
[Bersambung]
***
Penulis: Muhammad Idris
Artikel asli: https://muslim.or.id/70657-sepuluh-kunci-meraih-rasa-lapang-dada-bag-3.html